Rabu, 14 April 2010

UJI STABILITAS EMULSI BODY LOTION MENGGUNAKAN CETEARYL ALCOHOL/CETEARETH 20 SEBAGAI SELF EMULSIFIER

ABSTRAK
Telah dilakukan uji stabilitas sediaan emulsi dengan menggunakan self emulsifier cetearyl alcohol/ceteareth-20 dengan konsentrasi (2%, 3%, 4%, 5%) dalam formula body lotion dengan fase dalam campuran minyak (Virgin coconut oil, mineral oil, dan cethyl alcohol) sebesar 5% dan sisanya berupa air dan glycerin sebagai fase luar. Uji stabilitas emulsi dilakukan setiap minggu selama dua bulan dalam temperatur ruang (27-28 oC), meliputi pH, viskositas, berat jenis, kadar air, dan penampakan fisik, serta pengujian dipercepat dengan sentrifugasi 3500 rpm dan penyimpanan pada suhu 4oC dan 40oC. Hasil pengujian pada suhu ruang menunjukkan penurunan pH untuk semua konsentrasi dari kisaran pH 5,24-5,41 menjadi 3,24-3,78. Viskositas sediaan terlihat stabil pada konsentrasi emulsifier 5% sebesar 23 dpas, sedangkan pada konsentrasi yang lain mengalami penurunan berturut-turut dari konsentrasi emulsifier terendah adalah 7 dpas menjadi 6,4 dpas, 12 dpas menjadi 9,6 dpas, dan 16 dpas menjadi 11 dpas pada konsentrasi 4%. Penurunan berat jenis sedian terjadi mengikuti penurunan kadar air yaitu dari berat jenis awal 0,9829-0,9981 menjadi 0,9023-0,9921 dimana kadar air turun dari kadar 93.35-95.87% menjadi 92.52-94.68%. Pengujian stabilitas pada suhu 4oC dan 40oC pada akhir pengamatan menunjukkan penurun pH, berat jenis, dan kadar air, serta viskositas untuk suhu 40oC namun mengalami kenaikan viskositas untuk penyimpanan suhu 4oC. Hasil sentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm menunjukkan emulsi stabil pada konsentrasi emulsifier 4% dan 5%, sedangkan pada konsentrasi emulsifier 2% terjadi pemisahan air pada lapisan bawah sebesar 2.5% dan 5% pada konsentrasi emulsifier 3%
1. PENDAHULUAN
Body lotion merupakan salah satu bentuk sediaan emulsi yang termasuk dalam kosmetik pelembab. Secara umum dipakai untuk melembabkan, melembutkan, dan menghaluskan kulit dengan menggunakan emolien, humektan, dan zat pembawa. (Wasitaatmadja, S.M., 1997)
Emulsi menurut Lachman adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik, yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam fase cair lain. Sistem dibuat stabil dengan adanya zat pengemulsi. Sifat zat pengemulsi, dikenal dengan karakteristik keseimbangan hidrofil-lipofil (HLB), yakni sifat polar-nonpolar dari pengemulsi. Sifat ini akan menentukan tipe emulsi yang dihasilkan apakah akan dihasilkan emulsi minyak dalam air (m/a) ataukah air dalam
minyak (a/m). Zat pengemulsi yang digunakan dapat tunggal, campuran, atau kombinasi dengan zat tambahan lain. (Martin, 1993)
Pada umunya sediaan kosmetik dibuat dalam bentuk emulsi m/a karena alasan harga yang lebih murah, lebih mudah dibuat, lebih enak dipakai karena tidak begitu lengket, dan lebih cepat menyebar ke permukaan kulit dan lebih dingin. Beberapa emulsifier yang digunakan dalam emulsi m/a antara lain natrium lauril sulfat, trietanolamin stearat, self emulsifying glyceryl monostearate dan lain sebagainya. (Wasitaatmadja, S.M., 1997).
Cetearyl Alcohol and Ceteareth-20 (nama dagang crodex N) merupakan emulsifier nonionik dan self-bodying emulsifying wax. Secara normal emulsifier ini tidak memerlukan penambahan wax lain untuk membentuk sistem emulsi minyak dalam air karena selain berfungsi sebagai emulsifier, bahan ini juga dapat mengentalkan sediaan. Pemilihan zat pengemulsi harus menjamin bahwa produk yang dihasilkan stabil selama masa penyimpanan. Kestabilan emulsi dicirikan dengan tidak adanya penggabungan dan pemisahan fase dalam, tidak adanya creaming dan flokulasi, tidak terjadi perubahan kimia dan fisika, serta tidak adanya inverse fase (perubahan tipe emulsi m/a menjadi a/m atau sebaliknya dan bersifat irreversible).
Stabilitas emulsi dapat dilihat setelah penyimpanan produk selama waktu simpannya (shelf-life), namun cara ini membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan siklus pengembangan produk kosmetik relatif singkat. Sehingga digunakan pengujian stabilitas dipercepat untuk memperkirakan stabilitas jangka panjang. Tes stabilitas dipercepat untuk memprediksikan seberapa jauh produk akan tahan terhadap tekanan dan temperature ekstrem. (CTFA, 2004)
Pengujian stabilitas dipercepat dilakukan dengan cara memberikan tekanan tertentu pada produk misalnya dengan agitasi, sentrifugasi, atau teknik manipulasi suhu. Sentrifugasi pada putaran 3750 rpm dalam tabung sentrifugasi setinggi 10 cm selama 5 jam dapat dikatakan ekivalen dengan pengaruh gravitasi selama + 1 tahun. Pengujian temperatur dilakukan pada suhu rendah (freeze-thaw) + 4oC selama satu bulan dan suhu tinggi (45-50 oC) selama 60-90 hari. (Lachman et.al, 1994).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan Cetearyl Alcohol and Ceteareth-20 sebagai self emulsifier dalam body lotion yang mengandung campuran minyak 5% dan mengetahui stabilitasnya selama masa penyimpanan.
2. METODE PENELITIAN
2.1. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah virgin coconut oil, mineral oil, cethyl alcohol, glycerine, Cetearyl Alcohol and Ceteareth-20, dan aquadest. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah hot plate cimarex, motor pengaduk, batang pengaduk berbentuk
2.2. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental menggunakan rancangan secara acak lengkap dengan faktor konsentrasi emulsifier. Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dan dianalisa secara deskriptif.
Tahapan pembuatan body lotion dilakukan dengan memanaskan aquadest sampai suhu + 50oC. Campuran minyak terdiri dari 3% VCO, 1% mineral oil, 1% cethyl alcohol dilelehkan pada suhu 60-70oC bersama-sama dengan 2% glycerine dan cetearyl alcohol/ceteareth-20 sebagai self emulsifier. Konsentrasi emulsifier divariasikan, pada formula 1 (F1) = 2%, formula 2 (F2) = 3%, formula 3 (F3) = 4%, dan formula 4 (F4) = 5%. Setelah leleh sempurna aquadest ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk sampai semua aquadest tertuang.
2.3. Analisa stabilitas emulsi meliputi :
2.3.1. Evaluasi stabilitas pada suhu normal/ruang (T = 27oC) meliputi pengujian pH, viskositas, dan penampakan (bau, warna, dan fisik) dilakukan setiap minggu sampai minggu ke-8, dan pengujian berat jenis, kadar air, dan tipe emulsi dilakukan pada awal dan akhir pengamatan.
2.3.2. Evaluasi stabilitas dipercepat
• Pengujian terhadap sediaan emulsi yang disimpan pada suhu rendah (4oC) dan suhu tinggi (40 oC) dengan parameter pengujian sama seperti pengujian pada suhu ruang dimana analisa dilakukan pada akhir pengamatan.
• Pengujian dipercepat dengan sentrifugasi pada putaran 3500 rpm selama 5 jam dan dilihat derajat pemisahannya setiap jam.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Viskositas menunjukkan kekentalan produk. Pengukuran viskositas menggunakan Rion Viscotester VT-04 dengan spindle 1. Hasil pengukuran sediaan pada penyimpanan suhu ruang disajikan pada gambar berikut :
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian terhadap stabilitas emulsi body lotion dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Semakin besar konsentrasi emulsifier maka viskositas semakin meningkat dengan pH relatif sama sedangkan berat jenis dan kadar air semakin menurun.
b. Stabilitas body lotion pada suhu rendah (4oC), ruang (27oC), dan suhu tinggi (40oC) menunjukkan bahwa secara penampakan (bau, warna, dan fisik) cukup stabil, namun secara umum menunjukkan penurunan pada nilai pH, berat jenis, dan kadar air.
c. Viskositas body lotion cukup stabil pada penyimpanan suhu ruang, namun mengalami peningkatan pada penyimpanan suhu rendah (4oC) dan penurunan pada suhu tinggi (40oC).
d. Pada konsentrasi emulsifier 3% dan 4%, emulsi cukup stabil pada pengujian sentrifugasi 3500 rpm.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala B2PTTG, Enny Solichah, Fanny dan rekan-rekan Laboratorium Kimia B2PTTG LIPI atas bantuannya dalam kegiatan Litbang ini.
DAFTAR PUSTAKA
CTFA, 2004, Guidelines on Stability Testing of Cosmetic Product, Cosmetic Toiletry and Fragrance Association, Washington DC
Jufri, M., Anwar, E., dan Utami, P.M., 2006, Uji Stabilitas Sediian Mikroemulsi menggunakan Hidrolisat Pati (DE 35-40) sebagai Stabilizer, Majalah Ilmu Kefarmasian Vol. III No. 1
Lachman, L., Lieberman, H.A., Kanig, J.L., diterjemhkan oleh Siti Suyatmi, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri II, Penerbit Universitas Indonesia, edisi ke-3, hal. 1029-1089
Martin A., Lieberman, H.A., Kanig, J.L., diterjemahkan oleh Yoshita, 1993, Farmasi Fisik : Dasar-Dasar Farmasi Fisik dalam ilmu Farmasetik, Penerbit Universitas Indonesia, edisi ke-3, hal. 1143-1164
Wasitaatmadja, S.M., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, Penerbit Universitas Indonesia, hal.111-116


ESTERIFIKASI PATCHOULI ALKOHOL HASIL ISOLASI DARI MINYAK DAUN NILAM (PATCHOULI OIL)

ESTERIFIKASI PATCHOULI ALKOHOL HASIL
ISOLASI DARI MINYAK DAUN NILAM
(PATCHOULI OIL)
RUMONDANG BULAN
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
BABI
PENDAHULUAN
I. PENGANTAR
1.1 Latar Belakang.
Minyak atsiri yang disebut juga minyak eteris atau minyak terbang banyak diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kemajuan teknologi di bidang minyak atsiri maka usaha penggalian sumber-sumber minyak atsiri dan pendayagunaannya dalam kehidupan manusia semakin meningkat. Minyak atsiri tersebut digunakan sebagai bahan pengharum atau pewangi pada makanan, sabun, pasta gigi, wangi-wangian dan obat-obatan. Untuk memenuhi kebutuhan itu, sebagian besar minyak atsiri diambil dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri.
Nilam (Pooostemon cablin BENTH ) merupakan salah satu jenis tanaman yang dapat menghasilkan, minyak atsiri dan sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia yaitu sebagai pengharum pakaian. Di setiap daerah, nilai mempunyai nama berbeda-beda, di Purwokerto disebut dengan "dilem wangi", di Tapanuli Selatan disebut "singgolom", sedangkan untuk nilam yang berbunga di Jawa sering disebut "dilem kembang" dan di Aceh dikenal dengan nama "nilam bukit" (Poqostemon hevneanus BENTH). Nilam selain dapat dijual dalam bentuk daun kering juga dapat berupa minyak.
Di pasar perdagangan Internasional, nilam diperdagangkan dalam bentuk minyak dan dikenal dengan nama "patchouli oil". Di antara berbagai jenis minyak atsiri yang ada di Indonesia minyak nilamlah yang jadi primadona. Setiap tahun lebih dari 45% devisa negara yang dihasilkan oleh minyak atsiri berasal dari minyak nilam (Trubus,1989).
Untuk produk minyak nilam, Indonesia memegang peranan yang cukup besar, sekitar 90 % kebutuhan minyak nilam dunia berasal dari Indonesia (BPEN, 1983). Salah satu sifat minyak, nilam yang khas adalah daya fiksasinya yang cukup tinggi. Dengan adanya sifat ini, maka penggantian pemakaian minyak nilam dengan produk sintetis kurang memungkinkan (Rusli, 1988). Seperti minyak atsiri yang lainnya minyak nilam mengandung lebih dari satu senyawa. Untuk mengetahui senyawa yang terdapat dalam minyak nilam dilakukan dengan mengisolasi dan mengidentifikasi komponen penyusun minyak nilam. Minyak nilam merupakan minyak atsiri yang mengandung patchouli alkohol dan merupakan penyusun utama dari pada minyak nilam. Kadar patchouli alkohol dalam minyak nilam ± 50 - 60 % (Walker, 1968).
Senyawa alkohol merupakan senyawa yang dapat dipakai sebagai bahan dasar pembuatan senyawa lain melalui beberapa reaksi, seperti reaksi esterifikasi dan reaksi eliminasi.1.2. Tujuan Penelitian
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas penelitian ini bertujuan :
Isolasi minyak nilam dari daun nilam.
Isolasi dan identifikasi komponen utama minyak nilam yaitu senyawa patchouli alkohol.
Mengubah patchouli alkohol menjadi senyawa turunannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Minyak atsiri
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam tanaman, yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air. Minyak tersebut disintesis dalam sel kelenjar pada jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya minyak terpentin dari pohon pinus (Ketaren,1985). Minyak atsiri selain dihasilkan oleh tanaman dapat juga terbentuk dari hasil degradasi trigliserida oleh enzim atau dapat dibuat secara sintesis.
Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur unsur nitrogen (N) dan belerang (5). Umumnya komponen kimia dalam minyak atsiri terdiri dari campuran hidrokarbon dan turunannya yang mengandung oksigen yang disebut dengan terpen atau terpenoid. Terpen merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh dan satuan terkecil dalam molekulnya disebut isopren (CsHa). Senyawa terpen mempunyai rangka karbon yang terdiri dari 2 atau lebih satuan isopren. Klassifikasi dari terpen didasarkan atas jumlah satuan isopren yang terdapat dalam molekulnya yaitu : monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen, tetraterpen dan politerpen yang masing-masing terdiri dari 2,3.4. 6. 8 dan n satuan isopren (Finar, 1959).
Rantai molekul terpen dalam minyak atsiri merupakan rantai terbuka (terpen alifatis) dan rantai melingkar (terpen siklis).II.1.2 Minyak nilam
Minyak nilam yang diperoleh dengan cara destilasi air dan uap daun nilam dan dalam perdagangan disebut patchouli oil. Kata patchouli berasal dari kata "pacholi" yaitu nama sejenis tanaman yang banyak terdapat di tanah Hindustan. Pada mulanya tanaman nilam dipakai sebagai pewangi selendang oleh orang India, karena baunya yang khas (Guenther, 1949). Standar mutu minyak nilam belum seragam untuk seluruh dunia, karena setiap negara penghasil dan pengimpor menentukan standar mutu minyak nilam sendiri, misalnya standar mutu minyak nilam dari Indonesia (SII-0069.75).
Standar mutu minyak nilam
Karakteristik
Syarat
BJ 25
25
Indeks bias 25°C (nD25) dengan
Putaran optik (fD25) dengan
tabung 1 dm
Bilangan asam
Kelarutan dalam alkohol 95 %
0,950 – 0983
1,506 – 1,520
-47 s.d. –66
maksimum 3,0
larut (jernih) dalam perbandingan 1 s.d. 10 bagian isi
Minyak nilam terdiri dari campuran persenyawaan terpen dengan alkohol-alkohol. aldehid dan ester-ester yang memberikan bau khas misalnya patchouli alkohol.
Patchouli alkohol merupakan senyawa yang menentukan bau minyak nilam (Albert, 1980) dan merupakan komponen yang terbesar (Trifilieff, 1980). Menurut Trifilieff yang memberikan bau pada minyak nilam adalah norpatchoulenol yang terdapat dalam jumlah sedikit.
Menurut penelitian Hernani dan Budi Tangendjaja (1988) bahwa komponen-komponen penyusun minyak nilam adalah benzaldehid, karyofilen, ∝-patchoulena, bulnesen dan patchouli alkohol.
Patchouli alkohol merupakan seskuiterpen alkohol dapat diisolasi dari minyak nilam. Tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, eter atau pelarut organik yang lain, mempunyai titik didih 140oC pada tekanan 8 m Hg. Kristal yang terbentuk mempunyai titik lebur 56oC. Patchouli alkohol disebut juga patchouli camphor atau oktahidro-4,8a,9,9-tetrametil-1,6-metanonaftalen, mempunyai berat molekul 222,36 dengan rumus molekul C12H26O.
Struktur patchouli alkohol menurut W.Treibs (1949) adalah

PELATIHAN PEMBUATAN PUPUK ORGANIK YANG BERKUALITAS DARI LIMBAH PETERNAKAN SAPI DAN BABI DI DESA MARGA DAUHPURI, KECAMATAN MARGA, KABUPATEN TABANAN

PELATIHAN PEMBUATAN PUPUK ORGANIK YANG BERKUALITAS DARI
LIMBAH PETERNAKAN SAPI DAN BABI DI DESA MARGA DAUHPURI,
KECAMATAN MARGA, KABUPATEN TABANAN
MEGA, I M, I W.DANA ATMAJA, ID .OKA WIDYARSHANA,
I A. SUTY ADNYANI, I N.DIBIA dan DWI PUTRA DARMAWAN.
Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman Denpasar.
ABSTRACT
The training programme of making the qualities organic fertilizers derived from
waste livestock cattle and pig were conducted at Marga Dauhpuri village, Marga
District, Regency of Tabanan, from June until October 2008. The purpose of this
programme was improving society skill on making organic fertilizers.The
methods of programme were : !) giving counseling to livestock farmers who
merged into group of Livestock Sari Buana about : environmental contamination
problem by waste of livestock of cattle and pig, and way of the settlement of
disposal 2) Training of making organic fertilizers ( compost) having quality from
waste of ranch of cattle and pig. The results of devotion activity to this society
were 1) can improve the society awareness specially group of farmer of livestock
Sari Buana about : a) livestock waste deriving from cattle and pig become the
economic valuable substance in order not to spoil environment b) Dirt of pig and
cattle become the organic manure (compost) which is good for crop 2) Can
improve skilled in making organic fertilizers ( compost) having quality from dirt
of cattle and pig 3) The yielding of certifiable compost with the characteristic :
dark brown color, granulous refine, not smell and content of element nutrient
namely : C-Organic ( 3.04 %); N-Total ( 0.41 %), available-P ( 20.56 ppm),
available-K ( 842.31 ppm), C / N ( 7.41) for the compost of cattle dirt, and COrganic
( 3.70 %); N-Total ( 0.16 %), available-P ( 35.91ppm), available-K (
2517.10 ppm), C / N (23.13) for the compost of pig dirt
Key Words : Dirt of cattle and pig, organic fertilizers
PENDAHULUAN
Akibat dari aktifitas kehidupan masyarakat sehari-hari di berbagai tempat,
seperti di pasar, rumah tangga, industri pengolahan hasil pertanian, peternakan,
perkebunan, perikanan, kehutanan, pertanian tanaman pangan dan hortikultura,
terdapat banyak sekali limbah khususnya limbah organik. Limbah yang berbentuk
padat diistilahkan dengan sampah. Timbulnya sampah dirasakan mengganggu
kenyamanan lingkungan hidup dan lebih jauh merupakan beban yang
menghabiskan dana relatif besar untuk menanganinya, masyarakat cendrung lebih
ke arah membuang atau membakar. Persepsi masyarakat terhadap sampah adalah
mengganggu sehingga harus disingkirkan. Persepsi seperti ini harus diganti bahwa
sampah mempunyai nilai ekonomi dan bisa dimanfaatkan dalam memperbaiki
lingkungan (Prihandarini, 2004)
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sampah dapat
diolah sedemikian rupa sehingga menjadi barang yang bermanfaat dan
menguntungkan secara ekonomis. Teknologi yang dapat digunakan dalam
penanganan masalah sampah antara lain adalah pemanfaatan mikroorganisme
sebagai upaya untuk mempercepat proses dekomposisi sampah khususnya sampah
organik menjadi pupuk organik
Pupuk organik merupakan hasil akhir dan atau hasil antara dari perubahan atau
peruraian bagian dan sisa-sisa tanaman dan hewan, misalnya bungkil, guano,
tepung tulang, limbah ternak dan lain sebagainya (Murbandono, 2002). Pupuk
organik merupakan pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik yang
didegradasikan secara organik. Sumber bahan baku organik ini dapat diperoleh
dari bermacam-macam sumber, seperti : kotoran ternak, sampah rumah tangga
non sintetis, limbah-limbah makanan/minuman, dan lain-lain. Biasanya untuk
membuat pupuk organik ini, ditambahkan larutan mikroorganisme yang
membantu mempercepat proses pendegradasian (Prihandarini, 2004)
Di Desa Marga Dauhpuri, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, hasil
observasi langsung di lapangan ditemukan banyak limbah peternakan seperti
kotoran ternak sapi dan babi. Rata-rata masyarakat di wilayah ini memelihara 2
ekor babi dan seekor sapi, dan beberapa peternak memelihara sapi sampai 18 ekor
(metode sapi kereman). Jumlah kepala keluarga (KK) di wilayah ini hampir 400
KK, sehingga jumlah limbah ternak sapi dan babi cukup banyak. Sebagian dari
limbah tersebut diangkut ke areal perkebunan (kebun) dan sebagian lagi terutama
kotoran babi dibuang ketempat yang lebih rendah ( lembah dan sungai kecil). Hal
ini menimbulkan masalah bagi masyarakat di bagian yang lebih rendah lokasinya.
Masalah yang ditimbulkan berupa pencemaran lingkungan ( tanah, air dan udara).
Sementara itu pengetahuan petani sangat kurang dalam mengolah limbah kotoran
ternak (sapi dan babi), sehingga kotoran tersebut dibuang dan mencemari
lingkungan disekitarnya. Dalam upaya menanggulangi limbah di atas
dilakukanlah pengolahan kotoran sapi dan babi menjadi pupuk organik (kompos).
Pengomposan adalah proses penguraian senyawa-senyawa yang terkandung dalam
sisa bahan organik (seperti jerami, daun-daun, dan lain-lain) dengan suatu
perlakukan khusus (Budi Santoso, 1998)
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilaksanakan pelatihan pembuatan pupuk
organik berbasiskan kotoran sapi dan babi. Adapun tujuan kegiatan ini adalah
menjadikan petani /peternak sapi dan babi di Desa Marga Dauhpuri, Kecamatan
Marga, Kabupaten Tabanan terampil dan mampu membuat pupuk organik yang
bermutu.
METODE PEMECAHAN MASALAH
Metode yang digunakan dalam memecahkan masalah di atas adalah dengan
melalui beberapa cara yaitu : 1) penyuluhan kepada masyarakat terutama
kelompok ternak Sari Buana tentang : a) pencemaran lingkungan oleh limbah
kotoran sapi dan babi, b ) memperkenalkan cara-cara penanganan limbah kotoran
sapi dan babi; dan 2) Pelatihan anggota kelompok ternak dalam pembuatan pupuk
organik (kompos) dari limbah kotoran sapi dan babi secara cepat dan berkualitas.
Dalam penyuluhan dilakukan secara tutorial dan diskusi dengan anggota
kelompok tani ternak. Selanjutnya pada pelatihan pembuatan pupuk dilaksanakan
secara praktek langsung teknik pembuatan pupuk organik (kompos).
Praktek cara membuat pupuk organik.
Bahan baku utama yang digunakan adalah limbah ternak sapi dan babi, berupa
kotoran babi dan sapi yang bercampur dengan sisa makanannya dan bercampur
dengan air kencingnya. Bahan baku ini disediakan lebih kurang masing-masing 10
karung (beratnya 30 kg/karung). Bahan tambahan (substituen) adalah urea, SP-36,
abu, serbuk kayu, kalsit. Starter digunakan EM4 (efective microorganism).
Peralatan yang diperlukan antara lain : bak (kotak kayu ukuran 1x1x1 m) 3 buah,
sekop, ember, ayakan, termometer, karung/kampil, timbangan, kantong plastik,
dan lain-lain.
Langkah-langkah pembuatan pupuk organik dilakukan dengan tiga tahap sebagai
berikut :
Tahap I
Bahan kotoran ternak disiapkan dengan kelembaban sekitar 60 %. Bila bahan
terlalu becek atau kelembaban lebih dari 60 % maka kotoran ternak didiamkan
beberapa waktu hingga mencapai kelembaban yang diinginkan. Bila kotoran
ternak terlalu kering, maka perlu disiram dengan air agar mencapai kelembaban
60 %. Setelah kotoran ternak kelembaban mencapai 60 %, selanjutnya ditambah
dengan serbuk gergaji, starter, urea, dan SP-36, lalu dicampur hingga rata.
Diamkan bahan ini selama 1 minggu.
Tahap II
Bahan pada tahap I dibalik dengan cara dipindahkan ke bak yang lain. Pada saat
pembalikan ini, dilakukan penambahan abu dan kalsit. Proses yang berlangsung
sekitar 3 minggu ini perlu dijaga kelembabanya dan suhunya dengan cara
pembalikan.
Tahap III
Pada tahap yang terakhir ini, bahan kompos akan mengalami penstabilan, yaitu
suhu mulai turun ke suhu normal dan bahan sudah berbentuk remah. Kondisi ini
menandakan bahwa bahan kompos telah menjadi kompos (pupuk organik),
sehingga siap digunakan. Selanjutnya dilakukan penyaringan dan pengemasan
agar dapat disimpan atau diangkut ketempat lain.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik yang Berkualitas dari Limbah
Peternakan Sapi dan Babi telah dilaksanakan di Banjar Kelaci Desa Marga Dauh
Puri, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan , pada bulan Juli sampai Bulan
September 2008. Didalam kegiatan tersebut terlibat 12 anggota kelompok tani
ternak sari Buana, dan 4 orang penyuluh dan pelatih dan 1 orang dari aparat
Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana. Kegiatan tersebut
meliputi : 1) penyuluhan tentang pentingnya lingkungannya yang bersih,
penanganan limbah terutama dari peternakan sapi dan babi yang berupa kotoran
sapi dan babi, serta cara-cara pembuatan pupuk organik yang cepat dan
berkualitas, 2) Pelatihan dan praktek langsung tentang pembuatan pupuk organik
yang berbasiskan limbah kotoran sapi dan babi.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dapat menghasilkan beberapa hal
yaitu : 1) dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya kelompok tani
ternak Sari Buana tentang :a) limbah ternak berupa kotoran sapi maupun babi
dapat diolah menjadi bahan yang bernilai ekonomis agar tidak mencermari
lingkungan, b) Kotoran sapi dan babi dapat diolah menjadi pupuk organik
(kompos) yang berguna untuk tanaman; 2) Dapat meningkatkan ketrampilan
masyarakat dalam membuat pupuk organik (kompos) yang berkualitas dari
kotoran sapi dan babi, 3) Dihasilkannya kompos yang bermutu dengan ciri : warna
coklat kehitaman, struktur gembur, berbutir halus, tidak berbau dan kandungan
unsur hara yakni: C-organik, N-total, P-tersedi, K-tersedia, C/N yang kandungannya
masing-masing disajikan pada Tebl 1. Kondisi kompos yang dihasilkan sudah
sesuai dengan kriteria kompos yang bermutu menurut Isroi (2008) yakni kompos
yang memiliki ciri-ciri : Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna
tanah, tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi,
nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat
humifikasinya, berefek baik jika diaplikasikan pada tanah, suhunya kurang lebih

sama dengan suhu lingkungan, dan tidak berbau.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat diambil
beberapa simpulan sebagai berikut : terjadi peningkatan kesadaran masyarakat
tentang pencemaran lingkungan oleh limbah peternakan sapi dan babi,
meningkatnya keterampilan masyarakat petani/peternak dalam mengolah limbah
kotoran sapi dan babi menjadi pupuk organik (kompos) yang berkualitas dan telah
dihasilkan pupuk kompos berkualitas dari kotoran sapi dan babi.
Saran
Dalam upaya meningkatkan pendapatan petani/peternak, sebaiknya kegiatan
pengabdian masyarakat ini dilanjutkan dengan teknik pengemasan dan pemasaran
serta jalur pemasaran dari produk pupuk kompos tersebut. Disamping itu limbah
kotoran dapat diolah menjadi produk lain yang lebih bernilai ekonomis seperti
pelatihan pembuatan pelet makanan ikan dari kotoran sapi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rektor dan Ketua Lembaga Pengabdian
kepada Masyarakat Universitas Udayana atas dukungan dana sehingga kegiatan
pengabdian ini dapat terselenggara. Kepada Kelompok Ternak Sari Buana Desa
Marga Dauhpuri, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan atas partisipasinya, serta
semua pihak yang telah mendukung kegiatan ini penulis mengucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Santoso, H. 1998. Pupuk Kompos. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia, Bogor
Murbandono ,HS. L. 2002. Membuat Kompos.Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Prihandarini, Ririen. 2004. Manajemen Sampah, Daur Ulang Sampah Menjadi
Pupuk Organik. Penerbit PerPod. Jakarta.